1. Definisi
Solution plasenta adalah pelepasan
sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan
lahirnya anak.
Solusio
plasenta merupakan terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri
yang terlepas dari peletakannya sebelum janin lahir. Kejadian ini sering
terjadi dalam kehamilan triwulan ketiga dan bisa juga pada setiap saat
kehamilan >22 minggu dengan berat janin >500 gram disertai denagn
pembekuan darah.
Solusio
plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada
uterus sebelum janin dilahirkan. Yang terjadi pada kehamilan 22 minggu atau
berat janin diatas 500 gr (Rustan 20002).
Solusio
plasenta adalah pelepasan plasenta sebelum waktunya plasenta itu secara
terlepas anak lahir jadi plasenta terlepas sebelum waktunya kalau terlepas
sebelum anak terlahir.
Definisi
lengkap ialah solusio plasenta adalah sebagian atau seluruh plasenta yang
normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak (menurut buku obstetric
patologi 2002)
Nama lain
yang sering di gunakan dalam pustakaan adalah :1) Abruption placenta
2) Ablation placentae
3) Accidental haemorrhage
4) Premature separation of the normally
implanted placenta
Dengan
perdarahan tersembunyi
|
Dengan
perdarahan keluar
|
1) Pelepasan biasanya komplit
2) Sering disertai toxaemia
3) Hanya merupakan 20% dari solution
placentae
|
1) Biasanya inkomplit
2) Jarang disertai toxaemia
3) Merupakan 80% dari
solution placentae
|
2. Jenis-jenis
Solusio Plasenta
Secara kllinis dibagi
menjadi :
a.
Solusio
plasenta ringan, yakni ruptur sinus maginalis atau terlepasnya sebagian kecil
plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu
atau janinnya. Dengan gejala: pendarahan pervaginam yang berwarna
kehitam-hitaman dan sedikit sekali, perut terasa agak sakit terus meneeus agak
tegang.
b.
Solusio
plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tapi
belum sampai dua pertiga luas permukaannya ditandai: perdarahan pravignam yang
berwarna kehitam-hitaman, perut mendadak sakitterus menerus dan dan tidak lama
kemudian disusul dengan perdarahan pravignam walaupun tampak sedikit tetapi
kemungkinan lebih banyak perdarah di dalam, dinding uterus teraba terus menerus
dan nyeri tekan sehingga bagian janin sulit diraba, apabila janin masih hidup
bunyi jantung sukar didengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop
ultrasonic.
c.
Solusio
plasenta berat, plasenta lebih dari dua pertiga permukaan nya terjadi sangat
tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan janin nya telah meninggal, gejalanya: ibu
telah masuk kedalam keadaan syokdan kemungkinan janin telah meninggal. Uterus
sangat tegang seperti papan dan sangat nyer, perdarahan pervaginam tampaknya
tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahn pravignum mungkin belum sempat
terjadi besar kemungkinan telah terjadi pembekuan darah dan kelainan ginjal.
3. Etiologi
Solusio
plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, walaupun beberapa keadaan
tertentu dapat menyertai seperti: umur ibu yang tua (>35tahun), karena
kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas; penyakit hipertensi menahun,
karena peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak ada;
trauma abdomen karena pengecilan yang tiba-tiba pada hibramnion dan gemelli; tali
pusat yang pendek, karena pergerakan janin yang banyak atau bebas; setelah
versi luar sehingga terlepasnya plasenta, karena tariakn tali pusat.
4. Patofisiologi
Peredaran dapat terjadi dari pembuluh
darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga
plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Biasanya perdarahan akan berlangsung
terus menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak
mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahnnya. Akibatnya,hermatoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan seluruh plasenta
lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup dibawah selaput
ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk kedalam kantong
ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ekstravasasinya berlangsung
hebat, maka seluruh permukaan uterus akan bebercak biru atau ungu. Hal ini
disebut uterus couvelaire (perut terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retrop, maka banyak trombosit akan
masuk kedalan peredaran darah ibu, sehingga terjadi pemekuan intravaskuler
dimana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.
Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan
pembekuan darah tidak hanya di uterus
akan tetapi pada alat-alat tubuh lainnya.
5. Komplikasi-komplikasi
a. Komplikasi pada ibu yaitu perarahan
yang dapat menimbulkan: variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok,
perdarahan tidak sesuai keadaan penderita anemis sampai syok, kesadaran
bervariasi dari baik sampai koma.
b. Gangguan pembekuan darah: masuknya
trombosit kedalam sirkulasi darah menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan
disertai hermolisi, terjadinya penurunan fibrinogen sehingga hipofibrigen dapat
mengganggu pembekuan darah.
c. Olihuria menyebabkan terjadinya
sumbatan glomelurus ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin makin berkurang.
d. Perdarahan postpartum : pada solusio
plasenta sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga
mengganggu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena atonia urter; kegagalan
pembekuan darah menambah beratnya perdarahan.
e. Sementara komplikasi yang terjadi pada
janin antara lain:asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin.
6. Cara
melakukan deteksi terhadapkemungkinan soluisio plasenta :
a.
Anamnesis,
yakni: ibu mengeluh terjadi perdarahan disertai sakit yang tiba-tiba diperut
untuk menentukan tempat terlepasnya plasenta. Perdarahan pervaginam dengan
berupa darah segar dan bekuan-bekuan darah. Pergerakan anak mulali hebat
kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (tidak bergerak lagi). Kepala
terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan
anemis tidak sesuai denagn banyaknya darah yang keluar. Kadang-kadang ibu dapat
menceritakan trauma.
b.
Periksa
pandangan (inspeksi): pasien tampak gelisah, pasien terlihat pucat, sianosis
dan keringat dingin, terlihat darah keluar pervaginam.
c.
Pada saat palpasi,
didapatkan pada hasil fundus teraba naik karena terbentuknya retroplasenta
hematoma, uterus tidak sesuai dengan kehamilan; uterus teraba teganng dan keras
seperti papan disebut uterus in bois (wooden uterus baik waktu his maupun
diluar his). Nyeri tekan terutama ditempat plasenta; bagian-bagian janin sudah
dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d.
Auskultasi
sulit, karena terus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas
140x/menit, kemudian turun dibawah 100x/menit dan akhirnya hilang bila plasenta
yang terlepas dari sepertiganya.
e.
Pada
pemeriksaan dalam teraba serviks biasanya lebih terbuka atau masih tertutup.
Kalau serviks sudah terbuka, maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang ,
baik sewaktu his maupun diluar his; kalau ketuban sudah pecah dan plasenta
sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun kebawah dan pemeriksaan
disebut prolapsus plasenta.
f. Hasil
pemeriksaan umum: tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
Nadi cepat dan kecil filiformis.
g. Pemeriksaan
laboratorium: urin : protein (-) dan reduksi (-); albumin(+) pada pemeriksaan
sedimen terdapat silinder dan lekosit; darah; haemoglobin (hb) anemi; pemeriksa
golongan darah, kalau bisa cross match test.
h.
Pemeriksaan
plasenta sesudah bayi dan plasenta lahir, maka kita harus memeriksa
plasentanya. Biasanya plasenta tampak tipis dan cekung dibagian plasenta yang
terlepas (krater) dan terdapat koagulan atau darah dibelakang plaesnta yang
disebut hematoma retroplasenter.
i. Pemeriksaan
penunjang: ultasonografi (USG) akan dijumpai perdarahan antara plasenta dan
didning abdomen.
7. Penanganan
a.
Pada
kondisi solusio plasenta ringan, jika keadaan janin masih baik dapat dilakukan
penanganan konservatif kemidain menganjurkan ibu untuk melakukan posisi semi
fowler atau setengah duduk, mengobservasi tanda-tanda vital tiap 15 menit,
memantau bunyi jantung janin.
b.
Inspeksi
tempat perdarahn, menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan cardioropograf
(CTG) untuk memonitor keadaan janin.
c.
Solusio
plasenta sedang: dilakukan pemasangan infus RL 20 tetes/ menit dan tranfuse
darah, melakukan pemecahan ketuban, melakukan induksi persalinan dan dilakukan
seksio sesarea.
d.
Solusio
plasentan berat: melakukan rujukan kerumah sakit, sebelumnya melakukan:
memperbaiki keadaan umum ibu melakukan pemasangan infus RL 20 tetes/ menit,
tidak diperbolehkan melakukan pemeriksaan dalam, saat merujuk harus diantar
petugas kesehatan yang dapat pertolongan, mempersiapkan pendonor darah dari
masyarakat atua keluarganya.
8. Gejala-gejala
1) Perdarahan disertai nyeri juga diluar
his
2) Anemi dan shok
3) Rahim keras seperti papan dan nyeri di
pegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang
plasenta hingga rahim teregang
4) Palpasi sukar karena rahim keras
5) Fundus uteri makin lama makin naik
6) Bunyi jantung biasanya tidak ada
7) Teraba ketuban yang tegang terus
menerus (karena isi rahim bertambah)
8) Sering ada proteinuria karena disertai
toxaemi.
Diagnosa didasarkan atas adanya
pendarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri
setelah plasenta lahir atas adanya impressi (cekungan) pada permukaan
maternal plasenta akibat tekanan haematom retroplacentair.
|
Perbedaan antara :
Solution placentae
|
Placentae praevia
|
1) Perdarahan
dengan nyeri
2) Perdarahan
segera disusul partus
3) Perdarahan
keluar hanya sedikit
4) Palpasi
sukar
5) Bunyi
jantung janin biasanya tidak ada
6) Pada
toucher tidak teraba plasenta tapi ketuban yang terus menerus tegang
7)Ada
impressi pada jaringan placentae karena haematom
|
1)
Perdarahan tanpa nyeri
2)
Perdarahan berulang-ulang sebelum partus
3)
Perdarahan keluar banyak
4)
Bagian depan tinggi
5)
Biasanya ada
bunyi jantung janin
6)
Teraba jaringan plasenta
7) Robekan selaput marginal
|
9. Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
analitik dengan pendekatan crossectional. Berikut rancangan penelitian
crossectional untuk hubungan usia ibu hamil dengan kejadian plasenta previa.
Penelitian ini dilakukan di RSUD Sragen pada bulan Juni 2009, data diambil dari
catatan medik pasien. Populasi meliputi semua ibu hamil dengan usia kehamilan
> 28 minggu di RSUD Sragen terhitung mulai 1 Juli – 31 Desember 2008 yang
tercatat di rekam medis yaitu sebesar 275. Sampel dalam penelitian ini adalah
semua anggota populasi yang memenuhi kriteria retriksi diambil sebagai subjek
penelitian Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik sampel
non random sampling yaitu purposive sampling. Analisis menggunakan Chi-square
dan odds ratio. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah pada usia >35
tahun terjadi sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium di
bagian fundus uteri menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata
sehingga plasenta tumbuh mencari tempat yg banyak aliran darah yaitu di segmen
bawah rahim untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat yang akhirnya dapat
menyebabkan plasenta previa. Hasil penelitian ini adalah dari total sampel
sebanyak 275, ibu hamil dengan usia 20-35 tahun sebanyak 168 orang, sedangkan
ibu hamil dengan usia >35 tahun sebanyak 107 orang. Ibu hamil dengan usia
>35 tahun yang mengalami plasenta previa sebanyak 15 orang (68,2 %) lebih
banyak dibandingkan dengan usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 7 orang (31,8 %).
Terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu hamil dengan kejadian
plasenta previa. Besar nilai Odds Ratio yang diperoleh lebih besar dari satu
(OR>1),ini menunjukkan bahwa usia ibu hamil >35 tahun merupakan faktor
yang menyebabkan terjadinya plasenta previa adalah sebesar 3,75 kali.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara
usia ibu hamil dengan kejadian plasenta previa di RSUD Sragen pada tahun 2008,
usia ibu hamil > 35 tahun merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya
plasenta previa, besar peluang terjadinya plasenta previa pada usia >35
tahun dalam penelitian hubungan usia dengan kejadian plasenta previa ini adalah
3,75 kali.
10. Penatalaksanaan
A. Tindakan gawat
darurat
Bila keadaan umum pasien menurun secara progresif atau separasi
plasenta bertambah luas yang manifestasinya adalah :
·
Perdarahan bertambah
banyak
·
Uterus tegang dan atau
fundus uteri semakin meninggi
·
Gawat janin
Maka hal tersebut menunjukkan keadaan gawat-darurat dan tindakan
yang harus segera diambil adalah memasang infus dan mempersiapkan tranfusi.
B. TERAPI
EKSPEKTATIF
Pada umumnya bila berdasarkan gejala klinis sudah diduga adanya
solusio plasenta maka tidak pada tempatnya untuk melakukan satu tindakan
ekspektatif.
C. PERSALINAN PERVAGINAM
Indikasi persalinan pervaginam adalah bila derajat separasi
tidak terlampau luas dan atau kondisi ibu dan atau anak baik dan atau
persalinan akan segera berakhir.
Setelah diagnosa solusio
plasenta ditegakkan maka segera lakukan amniotomi dengan
tujuan untuk :
- Segera menurunkan tekanan
intrauterin untuk menghentikan perdarahan dan mencegah komplikasi lebih
lanjut (masuknya thromboplastin kedalam sirkukasi ibu yang menyebabkan
DIC)
- Merangsang persalinan ( pada janin
imature, tindakan ini tak terbukti dapat merangsang persalinan oleh karena
amnion yang utuh lebih efektif dalam membuka servik)
Induksi persalinan dengan infuse oksitosin dilakukan bila
amniotomi tidak segera diikuti dengan tanda-tanda persalinan.
D. SEKSIO
SESAR
Indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan atau anak
Tindakan seksio sesar
dipilih bila persalinan diperkirakan tak akan berakhir dalam waktu singkat,
misalnya kejadian solusio plasenta ditegakkan pada nulipara dengan dilatasi 3 –
4 cm.
Atas indikasi ibu maka
janin mati bukan kontraindikasi untuk melakukan tindakan seksio sesar pada
kasus solusio plasenta.
0 komentar:
Posting Komentar