Minggu, 26 April 2015

RUPTUR UTERI

Definisi
1.    Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ante natal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga persalinan.
2.    Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit).
Macam - Macam Ruptur Uteri :
1. Menurut cara terjadinya ruptur uteri terbagi atas:
a)    Ruptur uteri spontan.
b)   terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan.
c)    terjadi gangguan mekaniame persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah
d)   rahim yang berlebihan.
e)   Ruptur uteri traumatic.
f)    terjadi pada persalinan.
g)   timbulnya ruptur uteri karena tindakan seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep.
h)   Ruptur uterus pada bekas luka parut.
i)     terjadinya spontan.
j)    bekas seksio sesarea.
k)   bekas operasi pada uterus.
2. Menurut robeknya uterus dibagi atas :
a)    Ruptur uteri kompleta.
b)   jaringan peritoneum ikut robek.
c)    janin terlempar ke dalam abdomen.
d)   terjadi perdarahan kedalam ruang abdomen.
e)   mudah terjadi infeksi.
f)    Ruptur uteri inkompleta.
g)   jaringan peritoneum tidak ikut robek.
h)   janin tidak terlempar ke ruang abdomen.
i)     tidak terjadi perdarahn dalam ruang abdomen.
j)    perdarahan dapat menuju keliang senggama (vagina).
k)   perdarahan dapat dalam bentuk hematoma.
1.   Menurut lokasinya, dibagi atas.
a)    Korpus uteri
b)   Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea
c)    klasik atau miomektomi
d)   Segmen bawah rahim.
e)   Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama. SBR tambah lama, tambah regang dan
f)    tipis dan akhirnya terjadi ruptur uteri.
g)   Serviks uteri.
h)   Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang
i)     pembukaan belum lengakp.
j)    Kolpoporeksis-kolporeksis.
k)   Robekan-robekan diantar serviks dan vagina.
2.     Menurut gejala klinis, dibagi atas:
a)    Ruptur uteri imminens (membakat = mengancam), penting untuk diketahui.
b)   Ruptur uteri sebenarnya.

2. Tanda dan gejala
1.    Gejala mengancam
a.  Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan naik uterus.
b.  Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus.
c.  Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah, juga di luar his.
d.  Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis).
e.   Ligamentum rotundum tegang, juga di luar his.
f.   Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami hipoksia, yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.
g.  Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau tertekan).
  
3. Gejala-gejala rupture uteri :
1)    Sewaktu kontraksi yang kuat pasien tiba-tiba-tiba merasa nyeri yang mengiris diperut bagian bawah.
2)   SBR nyeri sekali kalau dipalpasi
3)   His berhenti
4)   Ada perdarahan pervaginam walaupun biasanya tidak banyak
5)   Bagian-bagian anak mudah diraba, kalau anak masuk ke dalam rongga perut
6)   Kadang dibelakng anak teraba tumor ialah rahim yang telah mengecil
7)   Pada toucher ternyata bagian depan mudah ditolak ke atas malah kadang tidak teraba lagi karena masuk ke dalam rongga perut
8)   Bj anak ada
9)   Biasanya pasien jatuh dalam shok
10) Kalau rupture sudah lama terjadi maka seluruh perut nyeri dan gembung
11)  Adanya kencing berdarah dapat membantu kita menentukan diagnose, kalau gejala-gejala kurang jelas.

4. Patofisiologi
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding korpus uteri atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke dalam SBR. SBR menjadi lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi SAR yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR ke atas. Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi semakin (physiologic retraction ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologi (pathologic retraction ring) lingkaran patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). SBR terus menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus menerus tetapi bagian terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini  menandakan telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his berikut berlangsung dindinng SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus

5. Jenis
1. Berdasarkan lapisan dinding rahim :
a.  uptur uteri inkomplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan dimana lapisan serosa atau perimetrium masih utuh.
b.  Ruptur uteri komplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga lapisan dinding rahim dan telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum
2.  Berdasarkan penyebab terjadinya :
a.  Ruptur uteri spontan
Keadaan robekan pada rahim karena kekuatan his semata.
b.  Ruptur uteri violenta
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan ada manipulasi tenaga tambahan lain seperti induksi, atau stimulasi partus dengan oksitosin atau yang sejenis atau dorongan yang kuat pada fundus dalam persalinan.   
c.  Ruptur uteri traumatika
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan oleh trauma pada abdomen seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.

6. Komplikasi
1. Gawat janin
2. Syok hipovolemik
Terjadi kerena  perdarahan yang hebat dan  pasien tidak segera mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi darah.  
3. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.  
4. Kecacatan dan morbiditas.
a. Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
b. Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

7. Etiologi
1. Rupture uterus spontan (Fraser dab Cooper,2009;h.593)
a. Paritas tinggi
b. Penggunaan oksitosin yang tidak tepat, terutama pada ibu paritas tinggi
c. Pengunaan prostaglandin untuk menginduksi persalinan , pada ibu yang memiliki eskar.
d. Persalinan macet; rupture uteri terjadi akibat penipisan yang berlebihan pada segmen bawah uterus.
e.  Persalinan terabaikan, dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya.
f.  Perluasan laserasi serviks yang berat ke atas menuju segmen bawah uterus –hal ini dapat terjadi akibat trauma selama pelahiran dan tindakan.
g.  Trauma akibat cedera ledakan atau kecelakaan.
h.  Perforasi uterus non-hamil , mengakibatkan rupture uteri pada kehamilan berikutnya;perforasi dan rupture terjadi pada segmen atas uterus.
i.   Rupture uterin antenatal dengan riwayat seksio sesarea klasik sebelumnya. 
  
8. Penanganan
Ditinjau dari patofisiologi ruptur uteri apakah terjadi dalam masa kehamilan atau persalinan, apakah terjadi pada rahim yang utuh atau pada rahim yang cacat, dsb. Tinjauan tersebut bisa mempengaruhi pilihan operasi, apakah dilakukan histerektomi atau histerorafia. Tinjauan tersebut terdiri dari bebagai aspek, yaitu :
1.    Aspek anatomi
Berdasarkan lapisan dinding rahim yang terkena ruptur uteri (ruptur uteri inkomplit dan komplit).
2.    Aspek sebab
Berdasarkan penyebab terjadinya robekan pada rahim (ruptur uteri spontan, ruptur uteri violenta, ruptur uteri traumatika).
3.    Aspek keutuhan rahim
Ruptur uteri dapat terjadi pada rahim yang masih utuh, tetapi bisa terjadi pada uterus yang cacat misalnya pada parut bekas bedah sesar atau parut jahitan ruptur uteri yang pernah terjadi sebelumnya (histerorafia), miomektomi yang dalam sampai ke rongga rahim, akibat kerokan yang terlalu dalam, reaksi kornu atau bagian interstisial dari rahim, metroplasti, rahim yang rapuh akibat tealh banyak meregang misalnya pada grandemultipara, pernah hidramnion, hamil ganda, uterus yang kurang berkembang kemudian menjadi hamil.
4.    Aspek waktu
Yang dimaksud adalah dalam masa hamil atau pada waktu bersalin. Ruptur uteri dapat terjadi dalam masa kehamilan misalnya karena trauma atau pada rahim yang cacat, sering pada bekas bedah sesar klasik. Kebanyakan ruptur terjadi dalam masa persalinan kala I dan kala II dan pada partus percobaan bekas seksio sesarea, terlebih pada kasus yang hisnya diperkuat dengan oksitosin atau prostaglandin dan yang sejenisnya.
5.   Aspek sifat
Rahim robek bisa tanpa menimbulkan gejala yang jelas (silent) seperi pada parut bedah sesar klasik dalam masa hamil tua. Parut itu merekah sedikit demi sedikit (dehiscence) dan pada akhirnya robek tanpa menimbulkan perdarahan yang banyak dan rasa nyeri yang tegas.sebaliknya, kebanyakan ruptur uteri terjadi dalam waktu yang cepat fdengan tanda-tanda serta gejala-gejala yang jelas(overt) dan akut, misalnya ruptur uteri yang terjadi dalam kala I dan kala II akibat dorongan atau picuan oksitosin. Kantong kehamilan ikut robek dan janin terdorong masuk ke dalam rongga peritoneum. Terjadi perdarahan internal yang banyak dan perempuan besalin tersebut merasa sangat nyeri smapi syok.  
6.   Aspek paritas
Ruptur uteri dapat terjadi pada perempuan yang baru pertama kali hamil (nulipara) sehingga sedapat mungkin diusahakan histerorafia apabila lukanya rata dan tidak da infeksi. Terhadap ruptur uteri pada multipara pada umumnya lebih baik dilakukan histerektomi atau jika keadaan umumnya jelek dan luka robekan pada uterus tidak luas dan tidak compang-camping, robekan pada uterus dijahit kembali (histerorafia) dilanjutkan dengan tubektomi.  
7.   Aspek gradasi
Kecuali akibat kecelakan, ruptur uteri tidak terjadi mendadak. Peristiwa robekan yang yang umumnya terjadi pada segmen bawah rahim didahului oleh his yang kuat tanpa kemajuan dalam  persalinan sehingga batas antara korpus dan SBR yaitu lingkaran retraksi yang fisiologik naik bertambah tinggi menjadi lingkaran bandl yang patologik, sementara ibu yang melahirkan itu sangat merasa cemas dan ketakutan oleh karena menahan nyeri his yang kuat. Pada saat ini penderita berada dalam stadium ruptur uteri imminens (membakat). Apabila keadaan yang demikian berlanjut dan tidak terjadi atonia uteri sekunder, maka pada gilirannya dinding SBR yang sudah sangat tipis itu robek. Peristiwa ini disebut ruptur uteri spontan.
Dari beberapa tinjauan diatas, maka penatalaksanaan pada ruptur uteri adalah sebagai berikut :
1.  Perbaiki kehilangan darah dengan pemberian infus Intravena cairan (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebelum pembedahan.
2.  Siapkan untuk tranfusi darah
3.  Lakukan seksio sesarea, segera lahirkan bayi  dan lahirkan plasenta segera setelah kondisi ibu stabil.
4.  Jika uterus dapat diperbaiki dengan resiko operasi lebih rendahdaripada resiko pada histerektomi dan ujung ruptur uterus tidak nekrosislakukan histerorafia. Tindakan ini akan mengurangi waktu dan kehilangan darah saat histerektomi.
5.  Lakukan perbaikan robekan pada dinding uterus (histerorafia) dengan langkah sebagai berikut :
a.    Kaji ulang prinsip pembedahan   
b.    Berikan antibiotik dosis tunggal ( ampisilin 2 G I.V, sefazolin 1 gI.V)
c.    Buka perut :
1) Lakukan insisi vertikal pada line alba dari umbilikus sampai pubis.
2) Lakukan insisi vertikal2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi keatas dan kebawah dengan gunting
3) Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri
4) Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan, jaga agar jangan melukai kandung kemih.
5) Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan darah beku.
6) Pasang rektaktor kandung kemih.
d.   Lahirkan bayi dan plasenta
e.    Berikan oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan infus (NaCl atau Ringer Laktat) :
1)  Mulai 60 tetes per menit sampai uterus berkontraksi
2)  Turunkan menjadi 20 tetes per menit setelah kontraksi uterus baik.
f.     Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus
g.    Periksa bagian depan dan belakang uterus
h.    Klem perdarahan dengan ring forceps.
i.      Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim secara tumpul atau tajam.
j.      Lakukan penjahitan robekan uterus.
k.    Jika uterus tidak dapat diperbaiki lakukan histerektomi.

9. Penatalaksanaan
           Pada kasus ruptura uteri harus dilakukan tindakan segera. Jiwa wanita yang mengalami ruptura uteri paling sering tergantung dari kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi keadaan hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu, dengan adanya alasan ini, keterlambatan dalam tindakan pembedahan tidak bisa diterima. Sebaliknya, darah harus ditransfusi dengan cepat dan seksio sesarea atau laparatomi segera dimulai. Malahan penderita hendaknya dirawat 3 minggu sebelum jadwal persalinan. Dapat dipertimbangkan pula untuk melakukan seksio sesarea sebelum jadwal persalinan dimulai, asal kehamilannya benar-benar lebih dari 37 minggu.
            Apabila sudah terjadi ruptura uteri, tindakan yang terbaik adalah laparatomi. Janin dikeluarkan lebih dahulu dengan atau tanpa pembukaan uterus (hal yang terakhir ini jika janin sudah tidak di dalam uterus lagi), kemudian dilakukan histerektomi. Janin tidak dilahirkan pervaginam, kecuali janin masih terdapat seluruhnya dalam uterus dengan kepala sudah turun jauh dalam jalan lahir dan ada keragu-raguan terhadap diagnosis ruptura uteri. Dalam hal ini, setelah janin dilahirkan, perlu diperiksa dengan satu tangan dalam uterus apakah ada ruptura uteri. Pada umumnya pada ruptura uteri tidak dilakukan penjahitan luka dalam usaha untuk mempertahankan uterus. Hanya dalam keadaan yang sangat istimewa hal itu dilakukan; dua syarat dalam hal ini harus dipenuhi, yakni pinggir luka harus rata seperti pada ruptura parut bekas seksio sesaria, dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Pengobatan untuk memerangi syok dan infeksi sangat penting dalam penanganan penderita dengan ruptura uteri. 
            Pada kasus-kasus yang perdarahannya hebat, tindakan kompresi aorta dapat membantu mengurangi perdarahan. Pemberian oksitosin intravena dapat mencetuskan kontraksi miometrium, dan selanjutnya vasokonstriksi sehingga mengurangi perdarahan.

1.   PROGNOSIS 
            Ruptura uteri merupakan peristiwa yang gawat bagi ibu dan lebih-lebih bagi janin. Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50% hingga 75%. Janin umumnya meninggal pada ruptura uteri. Tetapi, jika janin masih hidup pada saat peristiwa tersebut terjadi, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan adalh laparatomi. Kalau tidak, keadaan hipoksia baik sebagai akibat terlepasnya plasenta maupun hipovolemia maternal tidak akan terhindari. Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan dapat terjadi spontan pernah pula terjadi pada kasus yang luar biasa.   

            Diagnosis cepat, tindakan operasi cepat, ketersediaan darah dalam jumlah besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura uteri yang hamil.

0 komentar:

Posting Komentar