1. Definisi
Intra
uterine fetal death/kematian janin dalam rahim yaitu kematian yang terjadi saat
UK lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gr atau lebih.
2. Etiologi
Penyebab IUFD antara lain:
1. Faktor plasenta
a. Insufisiensi plasenta
b. Infark plasenta
c. Solusio plasenta
d. Plasenta previa
a. Insufisiensi plasenta
b. Infark plasenta
c. Solusio plasenta
d. Plasenta previa
2. Faktor ibu
a. Diabetes mellitus
b. Preeklampsi dan eklampsi
c. Nefritis kronis
d. Polihidramnion dan oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit paru atau TBC
i. Inkompatability rhesus
j. AIDS
a. Diabetes mellitus
b. Preeklampsi dan eklampsi
c. Nefritis kronis
d. Polihidramnion dan oligohidramnion
e. Shipilis
f. Penyakit jantung
g. Hipertensi
h. Penyakit paru atau TBC
i. Inkompatability rhesus
j. AIDS
3. Faktor intrapartum
a. Perdarahan antepartum
b. Partus lama
c. Anastesi
d. Partus macet
e. Persalinan presipitatus
f. Persalinan sungsang
g. Obat-obatan
a. Perdarahan antepartum
b. Partus lama
c. Anastesi
d. Partus macet
e. Persalinan presipitatus
f. Persalinan sungsang
g. Obat-obatan
4. Faktor janin
a. Prematuritas
b. Postmaturitas
c. Kelainan bawaan
d. Perdarahan otak
a. Prematuritas
b. Postmaturitas
c. Kelainan bawaan
d. Perdarahan otak
5. Faktor tali pusat
a. Prolapsus tali pusat
b. Lilitan tali pusat
c. Vassa praevia
d. Tali pusat pendek
a. Prolapsus tali pusat
b. Lilitan tali pusat
c. Vassa praevia
d. Tali pusat pendek
Penyebab
dari IUFD sering kali dipicu oleh : ketidak cocokan rhesus darah ibu dan janin,
gerakannya janin terlalu aktif, penyakit pada ibu, kelainan kromosom, trauma
saat hamil, infeksi pada ibu, kelainan bawaan janin, perdarahaan antepartum,
penyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi, dll.
3.
Patofisiologi
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IUD) karena beberapa faktor
antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan,hal tersebut menjadi
berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan
janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat mengakibatkan kematian.
Begitu pula dengan anemia, karena anemia adalah kejadian kekurangan FE maka
jika ibu kekurangan Fe dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ –
organ maupun aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuh janin ( IUGR).
4. faktor predisposisi
1. faktor ibu (High Risk
Mothers)
a. status social ekonomi yang rendah
b. tingkat pendidikan ibu yang rendah
c. umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
d. paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
e. tinggi dan BB ibu tidak proporsional
f. kehamilan di luar perkawinan
g. kehamilan tanpa pengawasan antenatal
h. ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
i. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
j. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
2. factor Bayi (High Risk Infants)
a. bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
b. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
c. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
a. status social ekonomi yang rendah
b. tingkat pendidikan ibu yang rendah
c. umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
d. paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
e. tinggi dan BB ibu tidak proporsional
f. kehamilan di luar perkawinan
g. kehamilan tanpa pengawasan antenatal
h. ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
i. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
j. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
2. factor Bayi (High Risk Infants)
a. bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
b. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
c. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
3. factor yang berhubungan
dengan kehamilan
a. abrupsio plasenta
b. plasenta previa
c. pre eklamsi / eklamsi
d. polihidramnion
e. inkompatibilitas golongan darah
f. kehamilan lama
g. kehamilan ganda
h. infeksi
i. diabetes
j. genitourinaria.
a. abrupsio plasenta
b. plasenta previa
c. pre eklamsi / eklamsi
d. polihidramnion
e. inkompatibilitas golongan darah
f. kehamilan lama
g. kehamilan ganda
h. infeksi
i. diabetes
j. genitourinaria.
5. TANDA DAN GEJALA
1. Ibu tidak merasakan gerakan janin
1. Ibu tidak merasakan gerakan janin
Diagnosis :
1)
Nilai
DJJ.
2)
Bila
ibu mendaptkan sedatif, tunggu hilangnya pengaruh obat, kemudian nilai ulang.
3)
Bila
DJJ abnormal,lihat penatalaksanaan DJJ abnormal.
4)
Bila
DJJ tidak terdengar, pastikan adanya kematian janin dengan stetoskop (
Doppler).
5)
Bila
DJJ baik,berarti bayi tidur.
6)
Rangsang
janin dengan rangsangan suara (bel) attau dengan menggoyangkan perut
7)
ibu
sehingga ibu merasakan gerakan janin. Bila DJJ meningkat frekuensinya sesuai
dengan gerakan janin, maka janin dapat dikatakan normal.
8)
Bila
DJJ cenderung turun saat janin bergerak, maka dapat disimpulkan adanya gawat
janin.
2. Gerakan
janin tidak dirasakan lagi
Diagnosis :
a.
Gejala
dan tannda selau ada Gejala dan tanda kadang – kadang ada Diagnosis kemungkinan
b.
Gerakan
janin berkurang atau hilang.
c.
Nyeri
perut hilang timbul atau menetap
d.
Perdarahan
pervaginam sesudah hamil 22 minggu. Syok
Uterus tegang / kaku.
e.
Gawat
janin atau DJJ tidak terdengar. Solusio plasenta
f.
Gerakan
janin dan DJJ tidak ada
g.
Perdarahan
h.
Nyeri
perut hebat Syok
i.
Perut
kembung / cairan bebas intra abdominal
j.
Kontur
uterus abnormal
k.
Abdomen
nyeri
l.
Bagian
– bagian janin teraba
m.
Denyut
nadi bu cepat Rupture uteri
n.
Gerakan
janin berkurang atau hilang
o.
DJJ
abnormal(<100/menit atau >140/ menit) Cairan ketuban bercampur mekonium
Gawat janin
p.
Gerakan
janin / DJJ hilang Tanda – tanda kehamilan berhenti
q.
Tinggi
fundus uteri berkurang
r.
Pembesaran
uterus berkurang Kematian janin.
6. Penilaian Klinik
1)
Pertumbuhan
janin (-),bahkan jiniin mengecil sehingga TFU menurun.
2)
Bunyi
DJJ tidak terdengar dengan stetoskop dan pastikan dengan Doppler.
3)
Keluhan
ibu.
4)
Berat
badan ibu menurun.
5)
Tulang
kepala kolaps.
6)
USG
: untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukan janin tanpa
tanda kehidupan.
7)
Pemeriksaan
HCG urin menjadi negatif.
8)
Komplikasi
:
Trauma emosional yang berat menjadi bila watuu antara kematian
janin dan persalinan cukup lama. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah. Dapat
terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
7.
Jenis-jenis persalinan
untuk janin mati
Kematian janin dapat di
bagi menjadi 4 golongan:
Golongan l : Kematian sebelum masa hamil mencapai 20 minggu penuh.
Golongan ll : Kematian sesudah ibu hamil 20 minggu hingga 28 minggu.
Golongan lll :Kematian sesudah kehamilan lebih dari 28 minggu (Late Fetal Death).
Golongan lV : Kematian yang tidak dapat di golongkan pada kertiga golongan diatas.
Golongan l : Kematian sebelum masa hamil mencapai 20 minggu penuh.
Golongan ll : Kematian sesudah ibu hamil 20 minggu hingga 28 minggu.
Golongan lll :Kematian sesudah kehamilan lebih dari 28 minggu (Late Fetal Death).
Golongan lV : Kematian yang tidak dapat di golongkan pada kertiga golongan diatas.
Jenis – jenis pertolongan
persalinan untuk janin mati
4.
Pertolongan
persalinan dengan perforasi kronioklasi
Perforasi kronioklasi merupakan tindakan beruntun yang dilakukan
pada bayi yang meninggal di dalam kandunagan untuk memperkecil kepala janin
dengan perforation dan selanjutnya menarik kepala janin ( dengan kranioklasi)
tindakan ini dapat dilakukan pada letak kepala oleh letak sungsang dengan
kesulitan persalinan kepala.Dngan kemajuan pengawasan antenatal yang baik dan
system rujukan ke tempat yang lebih baik , maka tindakan proferasi dan
kraioklasi sudah jarang dilakukan. Bahaya tindakan proferasi dan kraniioklasi
adalah perdarahan infeki, trauma jalan lahir dan yang paling berat ruptira
uteri( pecah robeknya jalan lahir).
2. Pertolongan persalinan
dengn dekapitasi
Letak lintang mempunyai dan
merupakan kedudukan yang sulit untuk dapat lahir normal pervaginam. Gegagalan
pertolongan pada letak lintang menyebabkan kematian janin, oleh karena itu
kematian janin tidak layak dilkukan dengan seksio sesaria kecuali pada keadaan
khusus seperti plasenta previa totalis, kesempitan panggul absolute. Perslinan
di lakukan dengan jalan dekapitasi yaitu dengan memotong leher janin sehingga
badan dan kepala janin dapat di lahirkan,
3.
Pertolongan persalinan dengan eviserasi
Eviserasi adalah tindakan
operasi dengan mengeluarkan lebih dahulu isi perut dan paru (dada) sehingga
volume janin kecil untuk selanjutnya di lahirkan.
Eviserasi adalah operasi berat yang berbahaya karena bekerja di ruang sempit untuk memperkecil volume janin bahaya yang selalu mengancam adalah perdarahan,infeksi dan trauma jalan lahir dengan pengawasan antalnatal yang baik, situasi kehamilan dengan letek lintang selalu dapat di atasi dengan versi luar atau seksio sesaria.
Eviserasi adalah operasi berat yang berbahaya karena bekerja di ruang sempit untuk memperkecil volume janin bahaya yang selalu mengancam adalah perdarahan,infeksi dan trauma jalan lahir dengan pengawasan antalnatal yang baik, situasi kehamilan dengan letek lintang selalu dapat di atasi dengan versi luar atau seksio sesaria.
4. Pertolongan
persalinan dengan kleidotomi
Kleidotomi adalah memotong
tulang klavikula (tulang selangka) sehingga volume bahu mengecil untuk dapat
melahirkan bahu. Kleidotomi masih dapat dilakukan pada anak hidup, bila diperlukan
pada keadaan gangguan persalinan bahu pada anak yan besar.
8. Diagnosa
Penetapan
diagnosa diperoleh dengan cara :
1)
Anamnesa
2)
Pemeriksaan
yang meliputi palpasi
3)
Auskultasi
4)
Reaksi
kehamilan
5)
Rontgen
foto abdomen.
9. Penanganan
1)
Bila
disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim jangan terlalu terburu-buru
bertindak sebaiknya observasi dulu dalam 3-4 minggu.
2)
Biasanya
selama masih menunggu ini 70-90% akan terjadi persalinan yang spontan
3)
Bila
setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosa.
Partus belum lakukan indikasi partus.
4)
Induksi
partus dapat dimulai dengan pemberian estrogen atau langsung dengan pemberian
oksitoksin drip atau tanpa amniotomi.
10.
Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap
39 responden didapatkan yang tertinggi adalah jumlah responden dengan usia
kehamilan > 20 minggu sebanyak 20 responden (51,28%) dan yang terendah
adalah responden dengan usia kehamilan < 20 minggu sebanyak 19 responden
(48,72%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 39 responden
didapatkan yang tertinggi adalah jumlah responden dengan usia < 20 atau
>35 tahun sebanyak 25 responden (64,10%) dan yang terendah adalah responden
dengan usia 20-35 tahun sebanyak 14 responden (35,90%).Dari hasil uji statistik
diperoleh nilai P-value : 0,002 < α : 0,05 dan OR : 15,429, maka Ho ditolak
dan Ha diterima.
11.
Penatalaksanaan
Bila disangka telah
terjadi kematian janin dalam rahim, sebaiknyadiobservasi dahulu dalam 2-3
minggu untuk mencari kepastian diagnosis. Selamaobservasi, 70-90 % akan terjadi
persalinan yang spontan. Jika pemeriksaan Radiologi tersedia, konfirmasi
kematian janin setelah 5hari. Tanda-tandanya berupa
Overlapping tulang tengkorak, hiperfleksi
kolumnavertebralis, gelembung udara didalam jantung dan edema
scalp
USG merupakan sarana penunjang diagnostik
yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin
tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin,
ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien
selalu didampingi oleh orang terdekatnya.Yakinkan bahwa kemungkinanbesar dapat
lahir pervaginam. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi
maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganyasebelum
keputusan diambil. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu
persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan
akan terjadi tanpa komplikasi . Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa
persalinan spontan, lakukanpenanganan aktif. Penanganan aktif dilakukan pada
serviks matang, dengan melakukan induksi persalinan menggunakan oksitosin atau
prostaglandin. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley,
dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi. Mekanisme
kerja kateter Foley adalah untuk membantu mematangkan serviks. Secara teknis,
kateter Foley ukuran no.18 dimasukkan hingga ke OstiumUteri Internum,
mengembangkan balón kateter dengan aquadest 30 mL, dan mempertahankan selama 8 –12 jam. Dari sini, akan terjadi pemisahan
antaraselaput ketuban dengan Segmen Bawah Rahim. Hal ini akan menimbulkan pelepasan
lisosom oleh desidua basalis dan pelepasan enzim lithik fosfolipase Ayang akan
membentuk asam arakhidonat. Asam arakhidonat ini akan meningkatkan pembentukan
prostaglandin, sehingga serviks menjadi matang. Efek samping dari kateter Foley
ini adalah demam intrapartum atau postpartum, perdarahan per vaginam pasca
pemasangan kateter, KPD, prolapsus tali pusat, dan lain-lain. Persalinan dengan
sectio cesare merupakan
alternatif terakhir. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu,
trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan
misoprostol: Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang
sesudah 6 jam Jika tidak ada respon
sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali
dan jangan melebihi 4 dosis. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika. Jika tes
pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau
bekuan mudah pecah, waspada koagulopati. Berikan kesempatan kepada ibu dan
keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang
meninggal tersebut.
Pemeriksaan patologi plasenta dapat
dilakukan untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi. Bila
setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah
diagnosis, pasien belum ada tanda untuk partus, maka pasien harusdirawat agar
dapat dilakukan induksi persalinan. Induksi persalinan dapat dimulai dengan
pemberian esterogen untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan
pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amniotomi.
0 komentar:
Posting Komentar