1.
Malaysia
Perkembangan
kebidanan di Malaysia bertujuan untuk menurunkan MMR dan IMR dengan menempatkan
bidan desa. Mereka memiliKI basic SMP +
juru rawat + 1 tahun sekolah bidan.
2. Jepang
Sekolah bidan di Jepang
dimulai pada tahun 1912 pendidikan bidan disini dengan basic sekolah perawat
selama 3 tahun + 6 bulan pendidikan bidan. Tujuan pelaksanaan pendidikan ini
adalah untuk meningkaTkan pelayanan kebidanan dan neonatus tapi pada masa itu
timbul masalah karena masih kurangnya tenaga bidan dan bidan hanya mampu
melakukan pertolongan persalinan yang normal saja, tidak siap jika terdapat
kegawat daruratan sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas bidan masih kurang
memuaskan. Pada tahun 1987 ada upaya untuk meningkatkan
pelayanan dan pendidikan bidan, menata dan mulai merubah situasi.
3. Belanda
Negara
Belanda merupakan Negara Eropa yang teguh berpendapat bahwa pendidikan bidan
harus dilakukan secara terpisah dari pendidikan perawat. Menurut Belanda
disiplin kedua bidang ini memerlukan sikap dan keterampilan yang berbeda.
Perawatan umumnya bekerja secara hirarki di RS dibawah pengawasan sedangkan
bidan diharapkan dapat bekerja secara mandiri di tengah masyarakat. Akademi
pendidikan bidan yang pertama pada tahun 1861 di RS Universitas Amsterdam.
Akademi ke dua dibuka pada tahun 1882 di Rotterdam dan yang ketiga pada tahun
1913 di Heerlen. Pada awalnya pendidikan bidan adalah 2 tahun, kemudian menjadi
3 tahun dan sejak 1994 menjadi 4 tahun. Pendidikannya dengan dasar SMA. Tugas
pokok bidan di belanda adalah keadaan normal dan merujuk keadaan yang abnormal
ke dokter ahli kebidanan.
4. Inggris
Pada
tahun 1902 pelatihan dan registrasi bidan mulai diteraturkan. Selama
tahun 1930 banyak perawat yang teregistrasi masuk kebidanan karena dari tahun
1916 mereka melaksanakan kursus-kursus kebidanan lebih singkat dari pada
perempuan tanpa kualifikasi keperawatan. Tahun 1936 kebanyakan siswa-siswa
kebidanan teregistrasi sebagai perawat. Pelayanan kebidanan di
Inggris banyak dilakukan oleh bidan praktek swasta. Semenjak pertengahan 1980
kurang lebih 10 orang bidan melaksanakan praktek mandiri. Tahin 1990 bertambah
sekitar 32 bidan, 1991 menjadi 44 bidan, dan 1994 sekitar 100 orang bidan
dengan 80 bidan masuk dalam independent Midwives Assosiation.
Alasan bidan di Inggris
melakukan praktek mandiri :
· Penolakan
terhadap model medis dalam kelahiran ( Medicalisasi)
· Ketidakmampuan
menyediakan perawatan yang memuaskan dalam NHS ( National Health Servis )
· Untuk
mengurus status bidan sebagai praktisi
· Untuk
memberikan kelangsungan perawatan dan kemampuan bidan dalam memberikan
pertolongan persalinan di rumah sebagai pilihan mereka.
Pendidikan kebidanan di
inggris :
· High
School + 3 tahun
· Nurse
+ 18 bulan
Mayoritas bidan di Inggris adalah
lulusan diploma. Sejak tahun 1995 sudah ada lulusan S1 kebidanan dengan dasar
SMU + 3-4 tahun.
5. Australia
Australia sedang
pada titik perubahan terbesar dalam pendidikan kebidanan. System ini
menunjukkan bahwa seorang bidan adalah seorang perawat yang terlegislasi dengan
kualifikasi kebidanan. Konsekwensinya banyak bidan-bidan yang telah
mengikuti pelatihan di Amerika dan Eropa tidak dapat mendaftar tanpa pelatihan
perawatan. Siswa-siswa yang mengikuti pelatihan kebidanan pertama kali harus
terdaftar sebagai perawat. Kebidanan swasta di Australia berada
pada poin kritis pada awal tahun 1990, berjuang untuk bertahan pada waktu
perubahan besar.
3
faktor yang bekerja melawan kebidanan
-
Medical yang dominan
-
Berlawanan dengan profesi keperawatan
-
Tidak mengabaikan komunitas peran bidan
Medicalisasi
telah dibawa sebagian oleh dokter, melalui pelatihan melebihi dari yang
diperlukan ini adalah gambaran dari pejuangan bidan-bidan di Negara lain.
Profesi keperawatan di Australia menolak hak bidan sebagai identitas profesi
yang terpisah. Dengan kekuatan penuh bidan-bidan yang sedikit militant
tersupport untuk mencapai kembali hak-hak dan kewenangan mereka dalam menolong
persalinan
Pendidikan bidan dengan
basic perawat + 2 tahun. Sejak tahin 2000 telah dibuka University of Teknology
of Sydney yaitu S2 ( Doctor Of Midwifery )
6. Spanyol
Spanyol
merupakan salah satu Negara di benua Eropa yang telah lama mengenal profesi
bidan. Dalam tahun 1752 persyaratan bahwa bidan harus lulus ujian, dimana
materi ujiannya adalah dari sebuah buku kebidanan “ A Short Treatise on the Art
Of Midwifery) pendidikan bidan di ibu kota Madrid dimulai pada thain 1789.
Bidan disiapkan untuk bekerja secara mandiri di masyarakat terutama dikalangan
petani dan buruh tingkat menengah kebawah. Bidan tidak boleh mandiri memberikan
obat-obatan , melakukan tindakan yang menggunakan alat-alat
kedokteran.
Pada
tahun 1942 sebuah RS Santa Cristina menerima ibu-ibu yang hendak bersalin.
Untuk itu dibutuhkan tenaga bidan lebih banyak. Pada tahun 1932 pendidikan
bidan disini secara resmi menjadi School of Midwife. Antara tahun 1987-1988
pendidikan bidan untuk sementara ditutup karena diadakan penyesuaian kurikulum
bidan menurut ketentuan Negara-negara masyarakat Eropa, bagi mereka yang telah
lulus sebelum itu, penyesuaian pada akhir 1992.
7. Ontario Canada
Mulai tahun 1978 wanita
dan keluarga tidak puas dengan system perawatan maternity di Ontario. Bidan di
Ontario memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda yang terbanyak
adalah berasal dari pendidikan kebidanan di Britain, beberapa memiliki pendidikan
bidan formal di Belanda, Jerman dan beberapa memiliki latar belakang
perawat. Selain itu di canada pada umumnya tenaga bidan
datang dari luar. Mereka datang sebagai tenaga perawat dan pelayanan
kebidanannya disebut Maternity Nursing. Di Canada tidak ada
peraturan atau izin praktek bidan, pada tahun 1991 keberadaan bidan diakui di
Canada. Di Ontario dimulai secara resmi pendidikan di university Based, Direc
Entry dan lama pendidikan 3 tahun. Dan mereka telah menpunyai ijazah bidan
diberi kesempatan untuk registrasi dan di beri izin praktek.
8. Denmark
Merupakan
Negara Eropa lainnya yang berpendapat bahwa profesi bidan tersendiri.
Pendidikan bidan disini mulai pada tahun 1787 dan pada tahun 1987 yang lalu
merayakan 200 tahun berdirinya sekolah bidan. Kini ada 2 pendidikan bidan di
Denmark.
Setiap
tahun menerima 40 siswa dengan lama pendidikan 3 tahun direct entry. Mereka
yang menjadi perawat maka pendidikan ditempuh 2 tahun. Hal ini menimbulkan
berbagai kontroversi dikalangan bidan sendiri, apakah tidak sebaiknya
pendidikan bidan didirikan atas dasar perawat sebagian besar berpendapat tidak.
Pendidikan
post gradua terbagi bidan selama 9 bulan dalam bidang pendidikan dan
pengelola. Tahun 1973 disusun rangkaian pedoman bagi bidan yang mengelompokkan
klien dari berbagai resiko yang terjadi. Hal ini menimbulkan masalah kerena
tidak jelas batasan mana yang resiko rendah dan tinggi. Pada tahun 1990
diadakan perubahan pedoman baru yang isinya sama sekali tidak menyinggung
masalah resiko. Penekanan pelayanan
adalah pada kesehatan non invansi care.
9. New Zealand
Selama
50 tahun masalah kebidanan hanya terpaku pada medicalisasi kelahiran bayi yang
progresif. Wanita tukang sihir telah dikenal sebagai bagian dari maternal sejak
tahun 1904. Tindakan keperawatan mulai dari tahun 1971 mulai diterapkan pada
setiap ibu hamil, hal ini menjadikan bidan sebagai perawat spesialis kandungan.
Pada
tahun 1970 Selandia Baru telah menerapkan medicalisasi kehamilan. Ini
didasarkan pada pendekatan mehasiswa pasca sarjana ilmu kebidanan dari
universitas Aukland untuk terjun ke rumah sakit pemerintah khusus wanita. Salah
satu konsekuensi dari pendekatan ini dalah regional jasa. Inia dalah efek dari
sentralisasi yang mengakibatkan penutupan runah sakit pedesaan dan wilayah
kota.
Dengan
adanya dukungan yang kuat terhadap gerakan feminis, banyak wanita yang berjuang
untuk meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah. Dengan adnya
dukungan yang kuat terhadap gerakan feminis, banyak wanita yang berjuang untuk
meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah. Kumpulan Homebirth
di Aukland dibentuk tahun 1978. dimulai dengan keanggotaan 150 orang dan
menjadi organisasi nasional selama 2 tahun yaitu NZNA ( New Zaeland Nurses
Association). Perkumpulan ini didukung oleh para langganan, donator dan tenaga
kerja suka rela atau fakultatif yang bertanggung jawab
atas banyaknya perubahan positif dalan system RS. Tahun 1986
homebirth sangat berpengatruh dalam kemajuan melawan penetapan yang dibuat oleh
medis, akhirnya menteri pelayanan kesehatan secara resmi mengakui homebirth
tanuh 1986.
Pada
tahun 1980 NZNA membuat garig besar mengenai statemen kebijakan atas pembatasan
rumah hal ini disampaikan olah penasehat panitia meternal jasa kepada jawatan
kesehatan. Panitia meternal jasa adalah suatu panitia dimana dokter kandungan
menyatakan peraturan mengenai survey maternal terutama dalam hal memperdulikan
rumah
Sekarang
NZNA telah membuat kemajuan yang patut dipertimbangkan dalam menetapkan konsep
general perawat kesehatan keluarga secara berkesinambungan menyediakan
pelayanan mulai dari kelahiran sampai meninggal. Sejak tahun 1904 RS St. Hellen
mengadakan pelatihan kebidanan selama 6 bulan dan ditutup tahun 1979. sebagi
penggantinya sejak tahun 1978 beberapa politeknik keperawatan berdiri, selain
itu ada yang melanjutkan pendidikan di Australia untuk memperoleh keahlian
kebidanan. Tercatat 177 (86 %) bidan telah memperolah pendidikan kebidanan di
luar negeri pada tahun 1986 dari 206 bidan yang ada, dan hanya 29 orang lulusan
kebidanan Selandia Baru tahun 1987.
Tahun
1981 sebagian besar RS memasukkan bidan keperkumpulan perawat, para bidan
mengalami krisis untuk membentuk organisasi dan pemimpin dari mereka. Kemudian
muncul perkumpulan bidan yang menentang NZNA untuk mendapatkan rekomendasi
lebih lanjut langsung di bawah RS atau dibawah dokter kandungan.
10. Amerika Serikat
Mengenai
kemajuan kebidanan dapat diceritakan sebagai berikut. Setelah Amerika Serikat
mengalami kamajuan maka Negara-negara lain menyusulnya terutama setelah buku
tentang kebidanan dicetak dan diedarkan. Yang memajukan kebidanan itu antara
lain ialah mereka yang di sebut dibawah ini :
a. William
Harley (1578-1657)
Menyelidiki fisiologi
dari plasenta dan selaput janin, sehingga ditemukan fungus plasenta dan selaput
janin seperti yang kita ketahui sekarang ini.
b. Arantius
Seorang
guru besar dari Italia menemukan suatu ductus/pembuluh darah sementara pada
janin yang menghubungkan vena umbilicalis dan vena cava inferior. Ductus itu
tertutup bila anak sudah lahir dan kemidian menjadi jaringan. Ductus itru
bernama sesuai dengan yang menemukannya yaitu Ductus Arabtii/ ductus yang
ditemukan oleh Arantius
c. Fallopius
Juga
seorang guru besar dari Italia. Menemukan saluran sel telur yang terletak
antara uterus dan ovarium. Saluran itu dinamakan Tuba Fallopii
d. Boudelocque
dar Perancis (1745-1810)
Beliau mempelajari
mengenai panggul dan menemukan ukuran-ukuran panggul, serta memberi banyak
sekali pelajaran tentang panggul. Salah seorang muridnya adalah William Potts
Dewees yang hidup antara tahun 1768-1841. mula-mula beliau mengikuti James
Llyod sebagai professor Kebidanan di Universitas Pensylvania Amerika Serikat,
kemudian balajar ke Perancis kepada Boudelocque, terutama mempelajari panggul.
Sekembalinya di Amerika Serikat beliau memberikan pelajaran tentang panggul,
hingga mendapat sebutan Boudelocque Amerika.
Kecuali
itu beliau menerbitkan buku pada tahun 1824, denan pelajaran antara lain
sebagai berikut :
a. Pengertian
tentang panggul sebagai basis dalam kebidanan
b. Persalinan
dapat diperlakukan dengan tidur telentang dan kaki dibengkokkan / sikapdorsal
recumbent, kecuali tidur miring yang biasa dilakukan.
c. Pemasangan
forcep bila perlu jangan di tunda karena dapat membahayakan ibu dan anak.
Ketentuan pemasangan forcep : kepala jangan lebih 6 jam di dasar panggul.
e. Hugh
L. Hodge
Menemukan bidang-bidang
dalam panggul untuk mengetahui sampai dimana turunnya kepala anak, bidang itu
juga dinamkan bidang Hodge, kecuali itu beliau juga memberikan pelajaran
kebidanan yang antara lain sebagai berikut :
a. Letak
vertex/ belakang kepala anak, di belakang bisa disebabkan kerena putaran yang
salah
b. Mekanisme letak
sungsang sesuai dengan yang diajarkan sekarang
c. Pemasangan
forcep harus disamping kepala anak, kecuali bila kepala masih tinggi atau bila
anak melintang
d. Mengubah
letak kepala dengan tangan (inwendige correctie) sebelum memasang
cunam
e. Membagi
turunnya kepala dengan bidang-bidang dalam panggul.
2. SEJARAH PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN KEBIDANAN DI DALAM NEGERI
Perkembangan pendidikan
bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan
seiring untuk menjawab kebutuhan tuntutan masyarakat akan
pelayanan kebidanan. Yang
dimaksud dengan pendidikan ini adalah pendidikan formal dan non formal.
· Tahun
1851
Pendidikan
bidan dimulai pada masa penjajahan hindia belanda. Seorang dokter militer Belanda
(DR. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia.
Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnya peserta didik karena
adanya larangan bagi wanita untuk keluar rumah.
· Tahun
1902
Pendidikan
bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di Rumah Sakit militer di Batavia dan
tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita Indo dibuka di Makasar.
Lulusan dari pendidikan ini harus bersedia ditempatkan dimana saja tenaganya
dibutuhkan dan mau menolong msyarakat yang tidak/kurang mampu secara
cuma-cuma. Lulusan ini mendapat
tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian
dinaikkan menjadi 40 Gulden perbulan (tahun 1922).
· Tahun
1911/1912
Dimulai
pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan
Batavia. Calon yang diterima dari HIS ( SD 7 Tahun) dengan pendidikan
keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria pada
tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama , bagi perawat
wanita yang lulus bisa melanjutkan kependidikan bidan selama 2 tahun. Untuk
perawat pria dapat meneruskan pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun
juga.
· Tahun
1935-1938
Pemerintah colonial
Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir
bersamaan di buka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain : di Jakarta
di Rumah Sakit BersalinBudi Kemulyaan, RSB Palang Dua, dan RSB mardi Waluyo di
Semarang. Pada tahun itu dikeluarkan peraturan yang membedakan lulusan bidan
berdasarkan latar belakang pendidikan.
- Bidan
dengan latar pendidikannya Mulo dan pendidikan kebidanan selam 3 tahun
disebut bidan kelas satu.
- Bidan
dari lulusan perawat (mantri) disebut bidan kelas dua
Perbedaan ini menyangkut
gaji pokok dan tunjangan bagi bidan.
· Tahun
1550-1953
Dibuka
sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama
pendidikan 3 tahun. Mengingat tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak
maka dibuka pendidikan pembantu bidan disebut penjenang kesehatan E atau
pembantu bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan sekolah itu
ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan
dasar. Lulusan PK/E sebagian
besar melanjutkan ke pendidikan bidan selam 2 tahun.
· Tahun
1953
Dibuka
kursus tambahan bidan (KTB) di Yogya karta. Lamanya kursus antara7-12 minggu.
Tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan TKB adalah untuk memperkenalkan
kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program KIA dalam pelayanan
kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagi bidan terutama
menjadi bidan di BKIA. Tahun
1967 KTB ditutup.
· Tahun
1954
Dibuka
pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat
kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu
tahun kemudian menjadi 2 tahun dan terakhir berkembang menjadi 3 tahun. Pada
awal tahun 1972, institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat
(SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah
bidan.
· Tahun
1970
Dibuka program
pendidikan bidan yang menerima lulusan dari sekolah pengatur rawat (SPR)
ditambah dengan 2 tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Pendidikan
Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK) pendidikan ini tidak dilaksanakan merata di
seluruh provinsi.
· Tahun
1974
Mengingat jenis tenaga
kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 katergori), Depkes melakukan
penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Setalah
bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya
tenaga muti porpose dilapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong
persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan
kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan , maka tujuan
pemerintah agar SPK dapat menolong perasalinan tidak tercapai atau terbukti
tidak berhasil.
· Tahun
1975-1984
Institusi
pendidikan bidan ditutup, sehingga dalan 10 tahun tidak menghasilkan bidan.
Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar
· Tahun
1981
Untuk meningkatkan
kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan ibu dan anak termasuk
kebidanan, dibuka pendidikan diploma I Kesehatan Ibu dan Anak. ini
hanya berlangsung 1 tahun dan tidak diberlakukan oleh seluruh institusi.
· Tahun
1985
Dibuka lagi program
pendidikan bidan yang disebut dengan PPB yang menerima lulusan dari SPR dan
SPK. Pada saat itu dibutuhkan bidan yang memiliki kewenangan dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana di masyarakat. Lama
pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.
· Tahun
1989
Dibuka crash program
pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung
masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai program pendidikan
bidan A (PPB/A). lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa,
dengan tujuan untuk menberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan
terhadap ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan
sesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak, untuk itu
pemerintah menempatkan bidan di setiap desa sebagai PNS golongan II. Mulai
tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (bidan PTT) dengan
kontrak selama 3 tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang dua
kali tiga tahun lagi.
Penempatan
bidan ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. Bidan harus
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik sebagai bidan
tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk
menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak.
Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar.
Diharapkan tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan.
Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki kemampuan dan
keterampilan yang diharapkan seorang bidan profesional, karena pendidikan
terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu
tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktik klinik kebidanan
sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki seorang bidan juga
kurang.
· Tahun
1993
Dibuka
program pendidikan bidan B (PBB/B) yang peserta didiknya lulusan AKPER dengan
lama pendidkan 1 tahun. Tujuan penidikan ini dalah untuk mempersiapkan tenaga
pengajaran pada PPB A. berdasarkan penelitian terhadap kamapuan klinik
kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena
lama pendidikan yang hanya 1 tahun.Pendidikan ini hanya berlangsung 2 angkatan (1995 dan 1996)
kemudian ditutup.
· Tahun
1993 juga dibuka pendidikan bidan program C (PPB/C) yang
menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 provinsi
yaitu Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (untuk wilayah Sumatra) Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan (wilayah selatan) Sulawesi Selatan,
Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat
diselesaikan dalam 6 semester.
Selain pendidikan bidan
diatas sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelnggarakan uji coba pendidkan
bidan jarak jauh (Distance Laerning) di tiga provinsi yaitu Jawa barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilakukan untuk memperluas cakupan upaya
peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam
pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan
ini telah diatur dalam SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994
Diklat jarah Jauh bidan
(DJJ) adalah DJJ kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan
berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ bidan dilaksanakan dengan menggunakan
modul sebanyak 22 buah. Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes
dan dilaksanakan oleh Bapelkes di propinsi.
- DJJ
I (1995-1996) dilaksanakan di 15 propinsi
- DJJ
II (1996-1997) dilaksnakan di 16 propinsi
- DJJ
III (1997-1998) dilaksnakan di 26 propinsi
Secara komulatif dari
tahap I-III diikuti oleh 6.306 dan 3.439 (55%) dinyatakan lulus.
- DJJ
tahap IV (1998-1999) dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah setiap
propinsinya adalah 60 orang kecuali Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah
masing-masing hanya 40 orangdan propinsi Jambi 50 orang.
Selain pelatihan DJJ
tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan
neonatal (LSS; Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10
modul. Ditinjau dari proses penyelenggaraan ini dinilai tidak efektif.
· Tahun
1996
IBI bekerjasama dengan
Depkes dan American College of Nursing Midwife (ANCM) dan Rumah Sakit swasta
mengadakan training of trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS
yang kemudian menjadi ti pelatihan inti LSS di PP IBI. Tom
peltihan LSS ini mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun
bidan praktek swasta. Pelathan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan
selanjutnya melatih BPS secara swadaya, begitu juga guru atau dosen dari D3
kebidanan.
· Tahun
1995-1998
IBI
bekerja langsung dengan Mother Caremelakukan peltihan dan peer review bagi
bidan RS, bidan Puskesmas, dan bidan di desa di propinsi Kalimantan selatan.
· Tahun
2000
Telah ada tim pelatih
Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal
Health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa
propinsi/kabupaten.Peltihan LSS dan APN tidak hanya untuk
pelatohan pelayanan, tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan.
· Selain
melaui pendidikan formal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan
juga diadakan seminar dan lokakarya organisasi (Organization Development : OD)
dilaksanakan setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahin 1996 sampai dengan 200
dengan baiaya dari UNICEF.
· Perkembangan
Pendidikan Bidan Sekarang
Mengingat besarnya
tanggung jawab dan beban kerja bidan dalam melayani masyarakat, pemerintah
bersama dengan IBI telah mengupayakan pendidikan bagi bidan agar dapat
menghasilkan lulusan yang mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan dapat
berperan sebagai tenaga kesehatan professional.
Berdasarkan hal tersebut
maka mulai tahun 1996 telah dibuka pendidikan diploma III kebidanan dengan
menggunakan kurikulum nasional yang telah ditetapkan melalui surat keputusan
menteri pendidikan dan kebudayaan RI No. 009/U/1996 di enam provinsi dengan
menerima calon peserta didik dari SMA. Saat ini kurikulum D III Kebidanan telah
direvisi mengacu pada Kep Mendiknas 232 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan
kurikulum pendidikan tinggi dan hasil revisi tersebut telah disahkan dengan
keputusan menteri kesehatan RI No. HK.006.06.2.4.1583.
Pada
tahun 2001 tercatat ada 65 institusi yang menyelenggarakan pendidikan diploma
III kebidanan di seluruh Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir minat masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pendidikan diploma III Kebidanan sangat tinggi. Hal
ini terlihat sampai saat ini jumlah institusi penyelenggara D III Kebidanan
sudah mencapai 147 dengan 44 milik Depkes dan sisanya kepemilikan pemerintah
daerah, TNI dan swasta. Hal ini perlu kita cermati bersama bahwa apabila
peluang seperti akan tetap dipertahankan maka tidak ditutup
kemungkinan jumlah institusi DIII kebidanan sulit untuk dibendung karena adanya
aturan yang memungkinkan untuk itu. Sekaitan dengan hal tersebut sebaiknya pihak-
pihak terkait seperti IBI melakukan studi tentang hal ini dan menyampaikan
kepada pihak terkait dan berwenang sebagai masukan untuk membatasi izin
pendirian Diploma kebidanan dan DIV Bidan pendidik.Dengan jumlah institusi yang
cukup besar tersebut dihadapi berbagai masalah antara lain jumlah dosen serta
sarana lahan praktik dan kasus yang terbatas. Untuk mengatasi kendala ini mulai
tahun 2000 dibuka program diploma IV bidan pendidik yang diselenggarakan di
fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Pendidikan ini lamanya
dua semester (satu tahun) dan saat ini telah berkembang program yang sama pada
UNPAD(2001), USU(2004) dan STIKES Ngudi Waluyo Semarang, serta STIKIM Jakarta
(2003).Akhir- akhir ini minat masyarakat untuk membuka program DIV bidan pendidik
juga sudah mulai banyak seperti adanya beberapa usulan yang sudah masuk ke
Pusdiknakes dari pemprakarsa program DIV bidan pendidik pada awalnya
dilaksanankan dalam masa transisi dalam upaya pemenuhan kebutuhan dosen.
Apabila
dianalisa lebih lanjut aturan yang berlaku pada Depdiknas adalah kualifikasi
dosen minimal satu tingkat program yang dilaksanakan dengan program studi yang
sesuai. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa DIV bidan pendidik dengan masa
studi satu tahun terdiri dari beban materi profesi kebidanan kurang lebih 60 %
dan 40 % beban materi kependidikan. Hal ini sebenarnya belum belum memenuhi
ketentuan yang ditetapkan Depdiknas bahwa kualifikasi dosen minimal DIV dan S1
Kebidanan dan untuk menjadi pendidik perlu ditambah dengan kemampuan kependidikan.
Dengan memperhatikan permasalahan tersebut mungkin sudah waktunya untuk
memikirkan dan membuat rancangan pendidikan DIV Kebidanan kilinis dan S1
Kebidanan. Tidak tertutup kemungkinan pula untuk mengembangkan pendidikan pada
jenjang S2 maupun SP1 dan SP2, apabila diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
dosen, peneliti dan menejer dalam bidang midwifery/ kebidanan disamping tetap
melaksanakan pemenuhan kebutuhan tenaga pelaksana pelayanan kebidanan oleh
setiap tatanan pelayanan kesehatan. Tapi hal ini terlebih dahulu harus disusun
dan ditetapkan kompetensi untuk masing-masing level/ jenjang pendidikan agar
tidak terjadi kebingungan dikemudian hari. Penyusunan kompetensi ini dilakukan
oleh IBI bersama-sama dengan unsure terkait lainnya seperti Depkes, organisasi
profesi (POGI, IDAI, PERNASIA, dll ). Adapun pembinaan dan
pengawasan yang telah diupayakan oleh Pusdiknakes antara lain mulai
dari penyusunan dan penetapan standar kompetensi bidan, penilaian ijin
institusi baru, seleksi mahasiswa baru, penyusunan kurikulum, akreditasi dan
ujian akhir program. Serta pengembangan beberapa standar pendidikan. Sampai
saat ini dari 147 institusi telah terakreditasi sebanyak 26 dengan status
sebagai berikut : A= 4, B = 18 dan C= 4. Sehubungan dengan hal tersebut diatas,
ke depan kita sudah waktunya untuk meninjau ulang dan menata kembali pola
pendidikan berjenjang dan berkelanjutan bagi bidan.
A. SEJARAH
PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN
1.
SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN DI LUAR NEGERI
1. Yunani
Hipocrates
yang hidup antara tahun 460-370 sebelum masehi. Beliau mendapat sebutan Bapak
Pengobatan karena selama hidupnya menaruh perhatian besar terhadap
perawatan dan pengobatan serta kebidanan. Beliau menganjurkan ibu bersalin ditolong
dengan perikemanusiaan dan mengurangi penderitaan ibu. Beliau menganjurkan agar
ibu bersalin dirawat dengan selayaknya. Sehubungan dengan anjuran itu maka di
negeri Yinani dan romawi terlebih dahulu merawat wanita nifas.
2. Roma
Soranus yang hidup pada
tahun 98-138 sesudah masehi. Beliau disebut Bapak Kebidanan karena dari
beliaulah pertama kali menaruh perhatian terhadap kebidanan setelah masa
Hipocrates dan berpendapat bahwa seorang bidan hendaklah seorang ibu yang telah
mengalami kelahiran bayi, ibu yang tidak takut akan hantu, setan, serta
menjauhkan tahayul.
Disamping itu beliau
pertama kali menemukan dan menulis tentang Versi Podali, tapi
sayang tidak disertai keterangan yang lengkap. Setelah Soranus meninggal
usahanya diteruskan oleh muridnyaMoscion. Ia menulis
buku yang merupakan pengajaran bagi bidan-bidan. Bidan-bidan dahulu seringkali
tidak mendapatkan pengajaran, hanya bekerja berdasarkan pengalaman dan
keberanian. Buku yang ditulisnya itu diberi judul Katekismus bagi
bidan-bidan Roma. Dengan adanya buku itu majulah pengetahuan bidan.
Galen (129-201 Masehi)
menulis beberapa teks tentang pengobatan termasuk Obstetri dan Gynekologi. Dia
juga mengambarkan bagaimana bidan melakukan Dilatasi Servik.
3. Italia
Zaman setelah Moscion
meninggal sampai abAd pertengahan merupakan zaman yang galau bagi bidang
perawatan, dimana perawatan pada umumnya menjadi mundur. Pengobatan menjadi
mundur sekali. Di Eropa ilmu pengobatan kuno menjadi satu dengan astrologi
sedangkan yang mesih berusaha menpertahankan perkembangan pengobatan kebanyakan
hanya tabib-tabib bangsa Arab, karena pada waktu itu pengobatan dan perawatan
diabaikan tidak heranlah jika kebidanan juga dilalaikan, umumnya orang
menganggap bahwa kebidanan adalah satu hal yang biasa.
Pada abad ke XV waktu
sekolah Italia sudah banyak dan besar, pengobatan mulai maju lagi, terutama
menganai antomi dan fisiologi tubuh menusia. Diantara guru-guru
besar Itali yang terkenal dan berjasa adalah :
1. Vesalius
2. Febricus
3. Eustachius yang menemukan tuba Eustachius
(saluran yang menghubungkan hidung, telinga dan tenggorokan).
4. Fallopius menemukan Tuba Fallopii (saluran yang
menghubungkan ovarium dan uterus)
5. Arantius
menemukan Ductus Arantii (pembuluh darah sementara pada janin)
4. Perancis
Perkembangan
yang diperoleh oleh guru besar Italia kemudian mempengaruhi pengobatan,
perawatan dan kebidanan di Perancis. Setelah kebidanan dikenal, para
wanita bangsawan mempeloporinya. Apabila wanita bangsawan itu akan bersalin,
terutama yang tinggal di istana, mereka selalu memanggil Dokter atau Bidan,
dicontoh oleh kaum terpelajar dan kemudian berkembang pula diantara
wanita-wanita biasa.
Tokoh yang
terkenal membawa perkembangan kebidanan di Perancis adalah :
1. Amroise
Pare (1510-1590)beliau
dikenal sebagai seorang ahli bedah, tetepi juga memberikan kontribusi dalam
bidang Obstetri dan Gynekologi. Beliau menemukan Versi Podali <sebagai
mana yang dikemukakan oleh Soranus dahulu, tetapi beliau memberikan cara-cara
dengan lengkap. Perasad ini dikenal dengan Versi Ekstaksi (diputar)
kemudian ditarik keluar.
2. Grullemau, baliau
adalah murid dari Amroise Pare yang membantu dan meneruskan minat gurunya.
3. Louise
Bourgeois/ Boursie (1563-1636)ia dalah seorang bidan
yang cakap, juga murid dari Amroise Pare. Turut memperkenalkan versi ektraksi
pada persalinan sukar. Ia pertama kali menerbitkan buku tentang kebidanan
4. Francois Mauriceau
Menemukan
suatu cara untuk melahirkan kepala pada letak sungsang agar lebih mudah yaitu
dengan memasukkan dua jari ke dalam mulut bayi agar kepala bertambah fleksi.
Cara ini hingga sekarang terkanal dengan istilah Cara Mauriceau atau Perasad
Mauriceau.
5. Inggris
1. William
Smellie, ( 1697-1763)
Beliau mengubah bentuk
cunam, serta menulis buku tentang pemasangan cunam dengan karangan yang
lengkap, ukuran-ukuran panggul dan perbedaan panggul sempit dan biasa
2. William
Hunter (1718-1783)
Murid dari Willian Smellie, yang memeruskan usahanya.
6. Amerika Serikat
Zaman dahulu kala di AS
persalinan ditolong oleh dukun beranak yang tidak berpendidikan. Biasanya bila
wanita sukar melahirkan, ahli obat menganjurkan agar wanita itu diusir serta
ditakuti agar ras sakit bertambah dan kelahiran menjadi mudah karena kesakitan
dan keseduhannya. Menurut catatan Thimas yang pertama kali praktek di AS adalah
Samuel Fuller dan Istrinya. Kemudian menyusul Anne Hutchinson, ia menjadi bidan
pada tahun 1634, pergi ke Boston dan melaporkan disana ia telah menolong
persalinan dengan baik dan menghilangkan kepercayaan lama.
Kemudian nasib malang
menimpa Anne Hutchinson ketika ia menolong sahabatnya bernama Marry Dyer,
melahirkan anak dengan Anencephalus. Orang- orang mengecam Anne sebagai seorang
ahli shir wanita. Akibat kecaman tu ia meninggalkan Boston dan pergi ke Long
Island, kemudian ke Pelham, New York. Disana ia terbunuh waktu ada
pemberontakan orang-orang Indian. Karena ia dianggap sebagai orang yang berjasa
maka ia diperingati dengan nama Hutchinson River Parkway
Setelah orang
Amerika mendengar perkembangan di Inggris beberapa orang Amerika terpengaruh
dengan kemajuan di Inggris dan pergi kesana untuk memperdalam ilmunya. Antara
lain :
1. Dr, James Lloyd (1728-1810.
Beliau berasal dari
Boston, belajar di London di RS Guy dan RS Saint Thimas.
2. Dr. Willian Shippen (1736-1808)
Beliau berasal dari
Philadelphia, belajar di Eropa selama lima tahun kemudian belajar pada Willian
Smellie dan Jhon, William Hunter dan Mackanzie. Sekembalinya di AS
mengembangkan kebidanan di Amerika. Pada tahun 1762 Dr. W. Shippen diizinkan
mendirikan kursus kebidanan di Philadelphia Gazette. Masyarakat banyak menaruh
minat, pria maupun wanitanya , sehingga kursusnya terdiri dari dari murid-murid
pria dan wanita. Dalam praktek kebidanan murid-murid dipisahkan, murid pria
berpraktek pada praktek pratikulirnya sendiri. Kemudian didirikan rumah sakit
bersalin yang khusus untuk latihan muridnya. Kursus ini berlangsung terus
sampai tahun 1765, kemudian ditutup karena adanya sekolah kedokteran dari
Collage Philadelpjia. Dr. William Shippen diangkat menjadi professor Anatomi.
Pembedahan dan kebidanan diajarkan bersama-sama pada tahun 1810 setelah ada
pangangkatan dokter Thomas Chalkley James sebagai professor kebidanan. Ia
menganjurkan partus buatan pada bayi premature bila pinggul ibu nya sempit.
3. Dr.
Samuel Brad yang hidup pada tahun 1742-1821.
Setelah
menamatkan pelajarannya beliau pergi ke Eropa belajar di Edenburgh hingga
tamat. Kemudian meneruskan lagi ke London hingga pada tahun 1768 kembali ke
Amerika Serikat pada umur 26 tahun.
Beliau
terkenal dengan memajukan berdirinya bagian kedokteran di King College yang
sekarang menjadi Universitas Columbia Dr. J.V.L. Tennet yang bekerja juga pada
universitas itu menyebutnya sebagai professor kebidanan yang pertama di King
College. Kemudian Dr Samuel Bard menulis buku kebidanan yang lain dan memuat
pelajaran bagi dokter dan bidan.
Isi
buku tersebut antara lain sebagai berikut :
· Cara
pengukuran Conyungata diagonalis
· Kelainan-kelainan
panggul
· Melarang
pemeriksaan dalam bila tidak ada indikasi
4. Kala
I, dari permulaan persalinan sampai pembukaan lengkap
5. Kala
II, dari pembukaan lengkap sampai kepala kelihatan di atas perineum
6. Kala
III, dari tampaknya kepala bayi diatas perineum sampai lahirnya seluruh tubuh
bayi.
7. Kala
IV, dari lahirnya anak sampai lahirnya plasenta.
a. Menasehatkan
jangan menarik tali pusat untuk mencegah terjadinya inversion uteri.
b. Mengajarkan
bahwa letak muka dapat lahir spontan
c. Melarang
pemakaian cunam yang berulan-ulang karena banyak menimbulkan kerugian.
8. Dr. Walter Channing (1786-1876)
Walter Channing
mula-mula belajar kedokteran di universitas Pensylvania, kemudian meneruskan ke
Edenburgh dan London. Sekembalinya di Amerika Serikat beliau diangkat sebagai
Profesor kebidanan di Sekolah Kedokteran Harvard, di mana sebelumnya diajarkan
subjek kebidanan sebagai subjek tersendiri. Dr. Walter Channing juga
seorang dokter yang pertama kali memperhatikan keadaan nifas di RSU Boston,
Amerika Serikat.
2.
SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN DALAM NEGERI
Perkembangan
pelayanan dan pendidikan kebidanan di Indonesia tidak terlepas dari
masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam
pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan
ilmu dan teknologi.
· Pada
tahun 1907 (Zaman Gubernur Jendaral Hendrik William Deandels)
Pada
zaman pemerintah Hindia Belanda. AKI dan AKB sangat tinggi, Tenaga penolong
persalinan adalah dukun . Para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan tapi
keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.
Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukan
bagi orang Belanda yang ada di Indonesia.
Tahun 1849
Dibuka pendidikan dokter
Jawa di Batavia (di RS Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto), seiring
dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut pada tahun 1851 dibuka pendidikan
bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (Dr.
W. Bosch) lulusan ini kemudian bekerja di RS dan di masyarakat. Mulai
saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Tahun
1952
Mulai
diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas
pertolongan persalinan. Kursus
untuk dukun masih berlangsung sampai dengan sekarang yang memberikan kursus
adalah bidan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan
kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di msyarakat dilakukan dengan kursus
tambahan yang dikenal dengan istilah kursus tambahan bidan (KTB) pada tahun
1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lain.
Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak
(BKIA) dimana bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan
yang diberikan mencakup palayanan antenatal. Postnatal dan pemeriksaan bayi dan
anak termasuk imunisasi dan penyuluhan gizi. Sedangkan diluar BKIA, bidan
memberikan portolongan persalinan di rumah keluarga dan pergi melakukan
kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari pasca persalinan.
Dari
BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan yang terintegrasi kepada
masyarakat yang dinamakan Puskesmas pada tahun 1957. Puskesmas memberikan
pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di puskesmas
barfungsi memberikan pelayan KIA termasuk pelayanan KB baik diluar gedung
maupun didalam gedung.Pelayanan kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah
pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Pelayanan di Posyandu mencakup empat kegiatan yaitu : pemeriksaan kehamilan,
pelayanan KB, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.
Mulai tahun 1990
Mulai
tahun 1990 Pelayanan kebidanan diberikan secra merata dan dekat masyarakat.
Kebijakan ini melalui Inpres secara lisan pada sidang Kabinet tahun 1992
tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas
pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana KIA kususnya dalam palayanan
kesehatan ibu hamil, bersalin, nifas serta pelayanan kesehatan BBL, termasuk
pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan didesa
melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan
pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan pondok bersalin
sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal
tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang
diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda dengan halnya bidan
yang bekerja di RS dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu.
Bidan di RS memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan
reproduksi di klinik KB, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin,
kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Bertitik
tolak dari konferensi kependudukan dunia di Kairo pada tahun 1994 yang
menekankan pada kespro, memerlukan area garapan pelayanan bidan. Area tersebut melipuiti :
- Family
Planning
- PMS
termasuk infeksi saluran reproduksi
- Safe
Motherhood termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
- Kesehatan
Reproduksi pada remaja
- Kesehatan
Reproduksi pada orang tua
Bidan dalam
melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui
Permenkes. Permenkes yang menyangkut wewanang bidan selalu mengalami perubahan
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari ;
a. Permenkes
No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas hanya pada pertolongan persalinan
normal secara mandiri didampingi tugas lain
b. Permenkes
No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989.
Wewenang
bidan dibagi dua yaitu wewenang umum dan wewenang khusus. Dalam wewenang khusus
ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan khusus dibawah pengawasan dokter.
Hai ini berarti bahwa bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas tidakan yang dilakukan. Pelaksanaan
dari Permenkes ini , bidan dalam melaksanakan praktek perorangan dibawah
pengawasan dokter.
c. Permenkes
No. 572/VI/1996
Wewenang ini mengatur
tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya
diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan
dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup : pelayanan
kebidananan yang meliputi :pelayanan ibu dana anak, pelayanan KB, pelayanan
kesehatan masyarakat.
d. Kepmenkes
No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tenttang registasi dan praktek bidan revisi dari
Permenkes 572/VI/1996
Dalam melakukan
tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan
kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan keadaan darurat
bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk
penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam
menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan,
pengalamam berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai
dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah karena kewenangan yang diberikan
oleh Depkes ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga
profesional dan mandiri.
REFERENSI
http://www.sumbarsehat.com/2012/09/sejarah-perkembangan-pendidikan.html